 |
Prof. Muladno |
Babak belurnya ekonomi di seluruh dunia gara-gara
corona virus disease (covid19) sudah menjadi
berita sehari-hari. Namun demikian virus
itu sebenarnya juga memberikan beberapa keuntungan diantaranya (i) membuat
manusia berpola hidup bersih dan sehat (ii) beraktivitas dengan penuh
kehati-hatian, (iii) meningkatkan rasa empati kepada sesama, (iv) produktif dan
efisien beraktivitas secara
on line,
dan (v) dapat menjadikan corona sebagai kambing hitam bagi capaian kinerja kita
yang tidak maksimal.
Saat ini, selagi covid19 menjadi kambing hitam dari banyak
persoalan sosial ekonomi dan bisa jadi merembet ke politik, kita perlu manfaatkan
untuk membuat strategi baru dalam membangun peternakan di Indonesia. Jangan
dibahas terus tetapi segera laksanakan saja. Sudah bertahun-tahun, solusi yang
digunakan dalam mengatasi permasalahan kronis peternakan adalah bersifat
parsial dan terkesan dikerjakan secara buru-buru. Akibatnya permasalahan masih
terus ada hingga kini.
Ada dua strategi yang diuraikan di sini, yaitu strategi
membangun peternakan berskala industri (diwakili komoditas ayam ras pedaging)
dan strategi membangun peternakan berskala kerakyatan (diwakili komoditas sapi
pedaging). Untuk skala industri, strateginya saya buat akronim SINERGI sebagai berikut.
Sasaran utamanya adalah terwujudnya
usaha yang efisiensi, efektif, dan produktif dalam rangka meningkatkan daya
saing produk peternakan di pasar global. Integrasi
vertikal yang telah dijalankan perusahaan raksasa multi-usaha harus
dipertahankan dan ditingkatkan lagi efisiensinya. Bagi perusahaan mono-usaha, integrasi
horizontal mutlak dilakukan. Era sekarang tidak mungkin lagi perusahaan mono-usaha
melakukan sendiri, tetapi harus berkolaborasi. Integrasi horizontal memiliki
makna kolaborasi antar pemangku kepentingan secara tersistem dan terukur, baik
dengan instansi pemerintah, instansi perguruan tinggi, instansi perusahaan, dan
komunitas peternak.
Nurani dalam
menjalankan bisnis di Indonesia yang berlandaskan pancasila ini harus
diutamakan. Sifat tepo seliro kepada
yang lain, ojo dumeh, dan semangat
saling membantu merupakan karakter yang sangat penting dalam melanggengkan
usaha peternakan berskala industri di Indonesia. Empati kepada siapapun tentu dapat menimbulkan semangat
kekeluargaan dalam satu bangsa untuk bersama-sama membangun masyarakat yang
sejahtera adil dan makmur. Regulasi
pemerintah harus jelas dan terdistribusi secara tepat. NKRI ini negara besar
yang tidak mungkin semua permasalahan ditangani pemerintah pusat saja. Tiga
puluh empat pemerintah provinsi dan 450 pemerintah kabupaten/kota harus
diperankan secara lebih nyata dan efektif untuk membuat suasana kondusif dalam
industri peternakan di seluruh Indonesia
Dalam rangka efisiensi dan produktif juga, Galakkan impor produktif dan galakkan
juga ekspor konsumtif. Ada pandangan salah kaprah selama ini, bahwa impor itu
adalah jelek sedangkan ekspor adalah baik. Padahal, dua-duanya baik tergantung
niatnya. Impor barang yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas nasional,
harus dilakukan. Misalnya impor jagung pakan unggas merupakan contoh impor
produktif karena digunakan untuk membuat pakan kebutuhan ayam. Impor chicken leg quarter (CLQ) adalah contoh
impor konsumtif dan ini harus dihindari. Demikian juga untuk ekspor. Dikatakan
ekspor jelek jika barang yang diekspor merupakan bahan mentah karena kita tidak
memperoleh nilai tambah.
Terakhir, Insentif
bagi pelaku usaha yang berprestasi. Untuk hal ini, memang perlu selalu ada
evaluasi kinerja perusahaan secara objektif dan terukur. Pemerintah dapat
bekerjasama dengan akademisi dan asosiasi untuk penyelenggaraan evaluasi ini. Dimulai
di era coronial ini, semua pihak harus bersih, transparan, dan kolaboratif
dalam menjalankan bisnis peternakan.
Adapun strategi coronial untuk membangun peternakan berskala
kerakyatan, saya membuat akronim KOMPAK.
Konsolidasikan peternak rakyat
supaya menjadi makin eksis melalui pendidikan dan pemberdayaan. Ini adalah peternak
yang betul-betul peternak. Bukan peternak yang baru lahir karena adanya proyek.
Organisir peternak yang
terkonsolidasi agar mau membentuk perusahaan kolektif berjamaah atau koperasi.
Pembentukan koperasi ini harus bernuansa bottom-up
dalam upaya membuat komunitas peternak faham betul makna berkoperasi. Mendidik dan memberdayakan adalah kunci
utama untuk suksesnya mengonsolidasikan dan mengorganisir komunitas peternak
rakyat.
Partnership (mitra
setara) harus dijadikan landasan dalam kerjasama bisnis dengan siapapun. Tidak
ada superior-inferior dalam bekerjasama tetapi lebih bernuansa saling
membutuhkan.
Anggaran pemerintah
seharusnya digunakan untuk memfasilitasi semua komunitas peternak yang telah
terkonsolidasi dan terorganisir dalam rangka mempercepat terbentuknya usaha
kolektif berjamaah yang lebih profesional.
Kolaborasi
empat pihak yang terdiri atas Academician,
Businesman, Government, dan Community
(komunitas peternak rakyat) secara institusional harus diwujudkan secara legal
formal yang di back-up dengan
regulasi yang kuat kedudukannya, misalnya Peraturan Presiden atau Peraturan
Pemerintah.
Mari bersama corona mencari berkah!!***
Penulis adalah Guru Besar Fapet IPB , Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia dan Pengurus YAPPI (Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia)
Artikel ini telah dimuat di Majalah Trobos edisi Juli 2020