Berbisnis puyuh sangat menggiurkan
karena peluangnya masih besar. Karenanya, pemilik Slamet Quail Farm (SQF),
Slamet Wuryadi terus menularkan virus bisnis burung puyuh ini ke seantero
negeri.
"Puyuh ini endemik Indonesia dan dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa,
populasi puyuh di Indonesia baru ada sekitar 7 juta ekor dengan produksi harian
sebanyak 4 juta butir telur puyuh. Belum signifikan dengan pemenuhan
kebutuhan," bebernya.
"Penularan virus" bisnis burung puyuh ini dilakukan Slamet secara
bottom up yaitu langsung kepada peternak yang ingin ikut merasakan peluang
besar dari puyuh ini, sehingga mampu menjadi petani yang mandiri.
Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Sub 1 Cikembar yang
didirikan bersama kawan-kawan peternak puyuh di tahun 2010, menjadi motor
penggerak Slamet untuk terus menularkan semangat berbisnis burung puyuh ke
daerah lainnya.
Diakui oleh Slamet keuntungan per butir telur puyuh memang hanya Rp 100
saja, tetapi produksi telur per hari mencapai 26 ribu telur bisa mencapai Rp 26
juta untuk 16 peternak puyuh yang ada di sekitar Cikembar, Kabupaten Sukabumi.
Usaha penularan virus bisnis burung puyuh tersebut kini sudah mencapai
1.300 peternak di seluruh Indonesia. "Awal mula saya berbisnis karena saya
lihat peluang dari bisnis puyuh ini, tidak ada pemain besarnya. Kunci bisnis
dari agribisnis adalah market dulu baru berbudidaya. Jangan Dibalik!. Bakal
Gatot (Gagal Total) !," tukasnya.
Slamet mengakui dirinya pernah ditawari gaji sampai Rp 400 juta ketika
diundang menjadi narasumber di Malaysia untuk bisa mengembangkan bisnis burung
puyuh di Negeri Jiran tersebut. "Darahku masih Merah Putih, Tulangku masih
NKRI. Karenanya, saya tolak mentah-mentah ajakan tersebut. Saya justru ingin
Puyuh menjadi unggas keunggulan asli Indonesia, diproduksi oleh UMKM Indonesia
dan dikonsumi oleh masyarakat Indonesia," tegasnya.
|
Slamet (tengah) dengan Bambang S (kiri) dan Setya Winarno dari Yappi |
Kini untuk menyebarluaskan ilmu puyuh yang dimiliki, Slamet mengembangkan
pojok wirausaha dimana mahasiswa dari berbagai wilayah Indonesia, banyak yang
magang di tempatnya. Tak terkecuali santri tani millenial yang diakomodir oleh
Kementerian Pertanian.
"Kita siap membantu dengan modal berapapun untuk memulai usaha ternak
puyuh. Kami akan beri masukan sesuai dengan kondisi masing-masing. Bahkan jika
pemasarannya belum ada, PT SQF siap menampung produksi dari kawan-kawan,"
tuturnya.
Cinta Puyuh
Jalan Slamet mencintai puyuh, tak terlepas dari pengalamannya sendiri sejak
menempuh kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Awal kariernya juga
menghantarkan Slamet bekerja di korporasi peternakan, Sierad. Titik luncur
dirinya menguasai ilmu dan praktik budidaya puyuh juga didapatkan Slamet saat
menjadi Manajer PT Golden Quail Farm, sebuah peternakan puyuh terbesar di Asia.
"Kalau saya sendiri berbisnis puyuh dari 2002 dengan investasi awal
hanya 600 ekor puyuh. Dan berkembang terus hingga sekarang menjadi 26 ribu ekor
yang tersebar di peternak sekitar," beber Slamet.
Dirinya memang memulai bisnis puyuh dari nol dan menjadi kelebihan bisnis
puyuh karena bisa dimulai dari modal yang sangat kecil sehingga praktis dicoba
oleh siapapun.
Ternak puyuh Slamet pun berkembang pesat karena beternak puyuh memang mudah
dan kemampuannya untuk terus mengkaji dan meneliti segala hal yang berkaitan
dengan beternak burung puyuh agar efisien. Salah satu penelitiannya adalah
pemuliaan mutu genetik yang dibudidayakannya.
Dari berusaha sendiri, Slamet kemudian menularkan virus bisnis puyuhnya
kepada tetangga sekitarnya dan membentuk kelompok tani dan membentuk unit
bisnis PT Slamet Quail Farm (SQF). Dirinya kemudian merumuskan SOP untuk
memelihara puyuh agar lebih efisien.
"Beternak puyuh itu, rakyat banget. Siapa saja bisa beternak puyuh.
Tidak harus pengusaha besar. Puyuh juga menjadi mutiara terpendam, bahkan tidak
pernah muncul di berbagai pameran besar industri peternakan," bebernya.
Padahal, diantara usaha peternakan lainnya. BEP usaha puyuh termasuk paling
cepat yaitu kurang dari dua tahun.
Usaha ternak puyuhnya kini tidak hanya menyentuh peternak puyuh di kandang
saja tetapi juga kaum perempuan di Sukabumi, khususnya perempuan single parent.
Melalui kelompok yang dibentuk Slamet, kaum perempuan dilatih mengembangkan
berbagai olahan berbasis puyuh. Mulai dari bakso puyuh, telur puyuh asin, abon
puyuh, hingga steak puyuh. Bahkan dalam lomba se-Provinsi Jawa Barat, Bakso
Puyuh dari PT SQF berhasil menyabet juara pertama.
Eksistensi Slamet kemudian berbuah penghargaan Pelopor Ketahanan Pangan
(2013), Indo Livestock Award kategori Nastiti Budidaya Satwa (2014)
hingga Adhikarya Pangan Nusantara (2015). Untuk masa depan, dirinya ingin agar
Indonesia mampu mencintai puyuh dengan mengkonsumsi aneka produk puyuh, serta
membudidayakannya.
Artikel ini bersumber dari tabloidsinartani.com dengan beberapa penyesuaian